Senin, 10 November 2014

Etika Bisnis



Etika Profesi Pengacara/Advokat (Lawyer)

 Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ).
Etika pengacara dalam menjalankan profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan lihat pasal 15 UU Advokat. Kemudian, di dalam pasal 26 ayat (2) UU Advokat juga diatur bahwa advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

Isi UU Advokat pasal 15 adalah :
(1).       Organisasi Advokat harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang ini.
(2).       Persyaratan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a.berbadan hukum;
b.beranggotakanAdvokat;
c. memiliki program kerja dalam bidang pemberian Jasa Hukum dan Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma;
d. memiliki kepengurusan 100% (seratus persen) dari jumlah provinsi, paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan; dan
e. lolos verifikasi yang dilakukan setiap 4 fempat) tahun sekali oleh Menteri.

            Isi UU Advokat pasal 26 ayat 2 :
            Organisasi Advokat berhak:
a. memperoleh perlakuan yang sama, sederajat dan adil dari negara;
b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;
c. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Organisasi Advokat sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Advokat Nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e. memperoleh bantuan keuangan dari negara dan/atau bantuan lainnya yang tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Hubungan yang paling mendasar dalam hubungan advokat-klien adalah saling percaya (reciprocal trust). Dalam hubungan tersebut, klien percaya bahwa advokat menangani dan melindungi kepentingannya (klien) dengan profesional dan penuh keahlian, memberikan nasihat-nasihat yang benar, serta tidak akan melakukan hal-hal yang akan merugikan kepentingannya tersebut. Di pihak lain, advokat berharap kejujuran dari klien dalam menjelaskan semua fakta mengenai kasus yang dihadapinya kepada advokat. Advokat juga berharap klien mempercayai bahwa advokat menangani dan membela kepentingan klien dengan profesional dan dengan segala keahlian yang dimilikinya.Kepercayaan yang diperoleh advokat dari klien menerbitkan kewajiban bagi advokat untuk menjaga kerahasiaan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya. Kewajiban advokat untuk menjaga kerahasiaan dalam hubungan advokat-klien diatur secara tegas baik di dalam UU Advokat (pasal 19 ayat [1]) maupun di dalam KEAI (pasal 4 huruf a).

http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/cl1785/node/lt4a0a533e31979/etika-pengacara/