Sabtu, 20 Desember 2014

MODEL KONSEPTUAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN BISNIS YANG ETIS DIBAWAH PENGARUH HUBUNGAN PRIBADI


Abstrak
Karya tulis ini mengusulkan sebuah model konseptual untuk pengambilan keputusan bisnis yang etis. Tujuan dari model ini adalah untuk mendalami  berbagai implikasi etis dari hubungan personal dalam transaksi bisnis. Pertama, karya tulis ini memperkenalkan hubungan personal dalam transaksi bisnis. Kedua, disajikan tiga jenis teori normatif dari etika yang berhubungan dengan lingkungan bisnis. Ketiga, disajikan kajian pustaka pada model dan kerangka yang ada untuk pengambilan keputusan bisnis yang etis. Pada akhirnya, model baru disajikan; model ini dikembangkan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan teori hubungan. Model baru mendukung munculnya modul matematika untuk pengambilan keputusan bisnis yang etis.
Kata kunci  :  Etika, etika bisnis, hubungan personal, transaksi pertukaran produk, sistem hubungan, teori hubungan.
1.      Pendahuluan
Dalam lingkungan transaksi bisnis, hubungan antara 2 organisasi pada dasarnya antara 2 pihak, dan hubungan tersebut dapat merupakan hubungan murni antar personal seperti hubungan bisnis yang mungkin tumbuh menjadi salah satu pribadi seiring waktu.
Tujuan utama karya tulis ini adalah untuk mengembangkan sebuah model konseptual baru untuk pengambilan keputusan bisnis yang etis dibawah pengaruh hubungan personal; suatu pendekatan yang didasari oleh teori hubungan yang digunakan untuk pengembangan model; teori hubungan yang digunakan dalam karya tulis ini adalah untuk memperoleh gambaran dari pengambilan keputusan bisnis yang etis; unsur-unsur dan lingkungan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, bagaimana unsur-unsur tersebut terhubung dan terlibat antara satu sama lain.
Etika diartikan sebagai aturan dasar mengenai benar dan salah yang diterima oleh seorang individu maupun sebuah kelompok sosial.
Pengambilan keputusan bisnis yang sangat penting bagi pertumbuhan berbagai jenis bisnis, pada berbagai tingkat bisnis, dari keputusan taktis yang diambil oleh para manajer mengenai bagaimana departemen dapat memberi kontribusi dengan efektif pada keseluruhan jenis bisnis, dan kebijakan operasional bagi seluruh tenaga kerja yang membuat keputusan mengenai tindakan pada tugas masing-masing, tanggapan terhadap pelanggan dan perbaikan dalam praktik bisnis.
2.      Masalah dalam Hubungan Personal pada Transaksi Bisnis
2.1  Faktor Waktu
Hubungan personal, bagian dari hubungan bisnis, membutuhkan waktu untuk berkembang. Ketika hubungan bisnis dikembangkan dengan cepat, kualitas interaksi personal dapat terhambat akibat lingkungan yang tertekan dari percepatan hubungan.
2.2  Perubahan Biaya
Faktor terpenting yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah biaya yang dikeluarkan saat berhenti.
2.3  Guanxi
Guanxi merupakan sebuah kasus khusus bagi hubungan personal dalam lingkungan bisnis. Pentingnya pengembangan hubungan personal dalam upaya melaksanakan bisnis di China.
3.      Teori Normatif Beretika
3 teori etika yang diaplikasikan dalam bisnis yaitu stockholder theory, stakeholder theory, dan social contract theory.
4.      Model dan Kerangka Kerja yang Tersedia untuk Pengambilan Keputusan yang Etis
4.1  Kerangka Kerja berdasarkan 4 Kendala
Dalam lingkungan bisnis, terdapat berbagai kendala yang dapat membentuk transaksi bisnis. 4 kendala tersebut yaitu hukum, pasar, undang-undang, dan norma sosial.
4.2  Kerangka Kerja Spinello
Kerangka kerja Spinello menjelaskan bahwa etika memberikan peranan penting secara terarah, yaitu etika harus dapat memimpin dan mengarahkan dalam berbagai kendala seperti hukum, pasar, undang-undang, dan norma sosial, dalam melaksanakan regulasi.
4.3  Kerangka Kerja berdasarkan 6 Lingkungan
1.      Lingkungan sosial : nilai religi, nilai kebudayaan, nilai sosial.
2.      Lingkungan pemerintahan : legislasi, lembaga administrasi, sistem yudisial.
3.      Lingkungan pribadi : motivasi, demografi.
4.      Lingkungan khusus : kelompok, keluarga.
5.      Lingkungan profesi : kode etik, pertemuan, pemberian izin.
6.      Lingkungan kerja : tujuan perusahaan, kebijakan yang ditentukan, kebudayaan perusahaan.
4.4  Model yang Menekankan pada Lingkungan Pribadi
Haines dan Leonard menyajikan sebuah kerangka kerja terintegrasi untuk melakukan pemeriksaan proses pengambilan keputusan yang etis dengan peran individu baik sebagai pengaruh eksternal maupun internal yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
5.      Mengembangkan Model Konseptual Baru
5.1  Teori Hubungan
Sebuah sistem terdiri atas 3 komponen fundamental seperti unsur-unsur, hubungan, dan sumber daya. Hubungan menunjukkan bagaimana sebuah sistem primitif mempengaruhi satu sama lain, sehubungan dengan hubungan yang mewakili struktur sebuah sistem. Serangkaian unsur yang saling terhubung disebut dengan sistem terhubung.
5.2  Pendekatan Model
Tahap 1 : mengidentifikasi sistem primitif.
Tahap 2 : membuat sistem terhubung.
Tahap 3 : mengaplikasikan sumber daya dan memperbaiki sistem terhubung.
6.      Model Baru untuk Pengambilan Keputusan Beretika
Terdapat 3 tahap pendekatan model untuk membangun suatu model konseptual dalam pengambilan keputusan yang etis :
1.      Mengidentifikasi sistem primitif.
2.      Membuat sistem terhubung.
3.      Sitem terhubung.
7.      Memanfaatkan Model Konseptual Baru
Teori normatif beretika menentukan hubungan personal yang beretika atau tidak berdasarkan keuntungan bersih ekonomi untuk pemilik saham, pemangku kepentingan, dan masyarakat, secara berurutan.untuk menghitung keuntungan bersih ekonomi, membutuhkan model matematis yang memproses alat ukur untuk menyajikan status interaksi antara pihak-pihak, faktor waktu, dan perubahan biaya. Namun, jika model tersebut dikembangkan, akan memungkinkan pembuatan sistem software yang secara mandiri dapat memverifikasi keputusan bisnis tersebut etis atau tidak.
8.      Kesimpulan
Karya tulis ini menyajikan model konseptual baru untuk pengambilan keputusan bisnis yang etis dibawah pengaruh hubungan personal dalam transaksi bisnis. Untuk pengembangan model, kami menggunakan pendekatan yang berdasarkan atas teori hubungan untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang membentuk sistem dan hubungan diantara unsure-unsur tersebut.
Model konseptual didesain untuk menggabungkan modul matematika dan mesin untuk membantu pengambilan keputusan bisnis yang etis.


1.      Ambar Dwi Ryanto   ( 10211662 )
2.      Dwi Cynthia Widowati   ( 12211234 )
3.      Faathir Gumilang   ( 12211544 )
4.      Novita Eka Kartika   ( 15211251 )

5.      Yunita Setianingsih   ( 17211683 )

Senin, 10 November 2014

Etika Bisnis



Etika Profesi Pengacara/Advokat (Lawyer)

 Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ).
Etika pengacara dalam menjalankan profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan lihat pasal 15 UU Advokat. Kemudian, di dalam pasal 26 ayat (2) UU Advokat juga diatur bahwa advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

Isi UU Advokat pasal 15 adalah :
(1).       Organisasi Advokat harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang ini.
(2).       Persyaratan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a.berbadan hukum;
b.beranggotakanAdvokat;
c. memiliki program kerja dalam bidang pemberian Jasa Hukum dan Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma;
d. memiliki kepengurusan 100% (seratus persen) dari jumlah provinsi, paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan; dan
e. lolos verifikasi yang dilakukan setiap 4 fempat) tahun sekali oleh Menteri.

            Isi UU Advokat pasal 26 ayat 2 :
            Organisasi Advokat berhak:
a. memperoleh perlakuan yang sama, sederajat dan adil dari negara;
b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;
c. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Organisasi Advokat sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Advokat Nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e. memperoleh bantuan keuangan dari negara dan/atau bantuan lainnya yang tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Hubungan yang paling mendasar dalam hubungan advokat-klien adalah saling percaya (reciprocal trust). Dalam hubungan tersebut, klien percaya bahwa advokat menangani dan melindungi kepentingannya (klien) dengan profesional dan penuh keahlian, memberikan nasihat-nasihat yang benar, serta tidak akan melakukan hal-hal yang akan merugikan kepentingannya tersebut. Di pihak lain, advokat berharap kejujuran dari klien dalam menjelaskan semua fakta mengenai kasus yang dihadapinya kepada advokat. Advokat juga berharap klien mempercayai bahwa advokat menangani dan membela kepentingan klien dengan profesional dan dengan segala keahlian yang dimilikinya.Kepercayaan yang diperoleh advokat dari klien menerbitkan kewajiban bagi advokat untuk menjaga kerahasiaan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya. Kewajiban advokat untuk menjaga kerahasiaan dalam hubungan advokat-klien diatur secara tegas baik di dalam UU Advokat (pasal 19 ayat [1]) maupun di dalam KEAI (pasal 4 huruf a).

http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/cl1785/node/lt4a0a533e31979/etika-pengacara/

Senin, 29 September 2014

ETIKA BISNIS

Pengertian Etika
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.

Prinsip-prinsip Etika

Prinsip Otonomi
Orang bisnis yang otonom sadar terhadap apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. Ia sadar bahwa norma dan nilai moral tidak dengan begitu saja diikuti, namun juga melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik. Semuanya telah dipikirkan dan dipertimbangkan secara mendalam.

Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tanpa kejujuran, karena kejujuran merupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnis, baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun moral. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. 

Prinsip Keadilan 
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. 

Prinsip Saling Menguntungkan 
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling mengun­tungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation. 

Prinsip Integritas Moral 
Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan.

Basis Teori Etika
1.      Etika Teleologi
            Teleologi berasal dari bahasa Yunani yaitu telos yang memiliki arti tujuan. Dalam hal mengukur baik buruknya suatu tindakan yaitu berdasarkan tujuan yang akan dicapai atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari tidakan yang telah dilakukan. Dalam tori teleologi terdapat dua aliran, yaitu.
a.    Egoisme etis
Inti pandangan dari egoisme adalah tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri sendiri.
b.    Utilitarianisme berasal dari bahasa Latin yaitu utilis yang memiliki arti bermanfaat. Menurut toeri ini, suatu perbuatan memiliki arti baik jika membawa manfaat bagi seluruh masyarakat ( The greatest happiness of the greatest number ).

2.      Deontologi
            Deontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu deon yang memiliki arti kewajiban. Jika terdapat pertanyaan “Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak karena buruk?”. Maka Deontologi akan menjawab “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dank arena perbuatan kedua dilarang”. Pendekatan deontologi sudah diterima oleh agama dan merupakan salah satu teori etika yang penting.

3.      Teori Hak
            Dalam pemikiran moral saat ini, teori hak merupakan pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori hak ini merupaka suatu aspek dari teori deontologi karena berkaitan dengan kewajiban. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia adalah sama. Oleh karena itu, hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.

4.      Teori Keutamaan ( Virtue )
            Dalam teori keutamaan memandang sikap atau akhlak seseorang. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan seseorang untuk bertingkah laku baik secara moral. Contoh sifat yang dilandaskan oleh teori keutamaan yaitu kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras dan hidup yang baik.

Egoisme
Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois". Lawan dari egoisme adalah altruisme.

Pengembangan Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, melainkan juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.