Etika
Profesi Pengacara/Advokat (Lawyer)
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata
“ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap. Yang
pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama
Aris Toteles ( 384 – 322 SM ).
Etika pengacara dalam
menjalankan profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya
berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan lihat pasal
15 UU Advokat. Kemudian, di dalam pasal 26 ayat (2) UU Advokat juga
diatur bahwa advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan
ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Isi UU Advokat pasal 15
adalah :
(1). Organisasi Advokat harus memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang ini.
(2). Persyaratan Organisasi Advokat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a.berbadan hukum;
b.beranggotakanAdvokat;
c. memiliki program
kerja dalam bidang pemberian Jasa Hukum dan Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma;
d. memiliki
kepengurusan 100% (seratus persen) dari jumlah provinsi, paling sedikit 30%
(tiga puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang
bersangkutan; dan
e. lolos verifikasi
yang dilakukan setiap 4 fempat) tahun sekali oleh Menteri.
Isi UU Advokat pasal 26 ayat 2 :
Organisasi Advokat berhak:
a. memperoleh
perlakuan yang sama, sederajat dan adil dari negara;
b. mengatur dan
mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;
c. memperoleh hak
cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Organisasi Advokat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
d. mengajukan calon
untuk mengisi keanggotaan Dewan Advokat Nasional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
e. memperoleh
bantuan keuangan dari negara dan/atau bantuan lainnya yang tidak mengikat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hubungan yang paling mendasar dalam hubungan advokat-klien
adalah saling percaya (reciprocal trust). Dalam hubungan tersebut, klien
percaya bahwa advokat menangani dan melindungi kepentingannya (klien) dengan
profesional dan penuh keahlian, memberikan nasihat-nasihat yang benar, serta
tidak akan melakukan hal-hal yang akan merugikan kepentingannya tersebut.
Di pihak lain, advokat berharap kejujuran dari klien dalam menjelaskan semua
fakta mengenai kasus yang dihadapinya kepada advokat. Advokat juga berharap
klien mempercayai bahwa advokat menangani dan membela kepentingan klien dengan
profesional dan dengan segala keahlian yang dimilikinya.Kepercayaan yang
diperoleh advokat dari klien menerbitkan kewajiban bagi advokat untuk menjaga
kerahasiaan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya.
Kewajiban advokat untuk menjaga kerahasiaan dalam hubungan advokat-klien diatur
secara tegas baik di dalam UU Advokat (pasal 19 ayat [1]) maupun di dalam KEAI
(pasal 4 huruf a).
http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/cl1785/node/lt4a0a533e31979/etika-pengacara/