Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah yang berjudul “Keanekaragaman bangsa Indonesia” ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan . .Dalam penulisan makalah ini, penyusun banyak menerima bantuan moril dan materiil dari berbagai pihak yang mendorong penyusun untuk segera menyelesaikan tugas ini dengan sebaik-baiknya. Pada kesempatan ini pula, penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini, diantaranya adalah:
1. Bapak Emilianshah Banowo selaku dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
2. Kedua orang tua yang telah memberi dukungan baik berupa materiil maupun moril.
3. Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan belum sempurna dalam penyusunannya, oleh karena itu penyusunmengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun. Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak zaman dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk. Hal ini tercermin dari semboyan “Bhinneka tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemajemukan yang ada terdiri atas keragaman suku bangsa, budaya, agama, ras, dan bahasa. Adat istiadat, kesenian, kekerabatan, bahasa, dan bentuk fisik yang dimiliki oleh suku-suku bangsa yang ada di Indonesia memang berbeda, namun selain perbedaan suku-suku itu juga memiliki persamaan antara lain hukum, hak milik tanah, persekutuan, dan kehidupan sosialnya yang berasaskan kekeluargaan.
MANFAAT PENULISAN
Manfaat Penulisan dalam makalah ditujukan untuk mengetahui kegunaan nyata yang merupakan hasil dari pembahasan masalah yang terdapat dalam makalah. Ada pun manfaat penulisan sebagai berikut :
1. Mengetahui akan keanekaragaman bangsa indonesia .
2. Mengetahui masalah dan konflik apa saja yang timbul dari keanekaragaman bangsa indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
LATAR BELAKANG KEANEKARAGAMAN BANGSA DI INDONESIA
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
Banyak definisi mengenai multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahamni sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi Azra, 2007).
Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia.
MACAM-MACAM SUKU BANGSA YANG TERDAPAT DI INDONESIA
1) Suku Jawa
Agama resmi yang dianut oleh masyarakat Jawa adalah Islam, Katolik, Kristen Protestan, sebagian kecil Hindu dan Buddha, serta beberapa penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di Jawa, dianut dua istilah mengenai agama Islam, yaitu Islam santri dan Islam kejawen (abangan). Islam santri adalah penganut yang patuh dan teratur dalam menjalankan ajaran-ajarannya, sedangkan Islam kejawen tidak teratur dalam menjalankan ajaran agamanya, tetapi percaya kepada kekuatan ajaran keimanan agama Islam.
Kehidupan orang Jawa, meskipun telah memeluk salah satu agama yang pasti, namun tidak pernah luput dari pengaruh animisme dan dinamisme. Dua Bentuk kebudayaan itu sudah ada sebelum agama-agama besar tersebut masuk ke Indonesia. Animisme merupakan kepercayaan akan adanya kekuatan roh nenek moyang yang ada di alam semesta, sedangkan dinamisme merupakan kepercayaan akan benda-benda gaib yang memiliki kekuatan tertentu.
2) Suku Mentawai
Pada suku bangsa ini, sebagian besar masyarakatnya memeluk agama Kristen dan Katolik, serta sebagian kecil memeluk agama Islam. Meskipun telah mengenal agamaagama tersebut, masyarakat Mentawai masih menganut nilai-nilai tradisi lama yang cukup mengakar kuat dalam kehidupan mereka seperti pada konsepsi mengenai roh dan jiwa berikut ini.
o Ketsat, yaitu kesaktian dari roh nenek moyang.
o Sabulangan, yaitu makhluk halus yang melepaskan diri dari tubuh manusia yang meninggal dan pergi ke dunia roh atau yang hidup di sekitar tempat tinggal manusia dalam bumi, air, udara, pohon besar, hutan, dan tempat-tempat lainnya.
o Simagere, yaitu jiwa yang menyebabkan orang hidup.
o Kere, yaitu kekuatan sakti.
o Kina, yaitu roh yang tinggal dalam rumah dan melindungi rumah.
o Sanitu, yaitu roh-roh jahat yang suka mengganggu orang dan membawa penyakit, serta bencana.
o Taikamanua, yaitu pemimpin dari negara roh.
3) Suku Batak
Sebagian besar orang Batak memeluk agama Kristen Protestan dan Katolik, serta sebagian kecil beragama Islam. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa konsepsi yang bersumber dari nilai-nilai tradisi masyarakat setempat berkaitan dengan religi mereka, di antaranya adalah sebagai berikut.
a) Konsepsi Mengenai Pencipta
Orang Batak memiliki konsepsi bahwa alam dan segala isinya ini diciptakan oleh Debata (Ompung) Mulajadi na Bolon (Dibata Kaci-Kaci dalam bahasa Karo). Ia tinggal di atas langit dan memiliki nama lain sesuai dengan tugas dan tempat kedudukannya. Penguasa dunia tengah yang bertempat tinggal di dunia ini bernama Silaon na Bolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo), sedangkan penguasa dunia makhluk halus bernama Pane na Bolon (Toba) atau Tuan Banus Koling (Karo). Selain itu juga dikenal penguasa matahari yang disebut dengan Sinimataniari, serta penguasa bulan dan pelangi yang disebut dengan Beru Dayang.
b) Konsepsi Mengenai Jiwa, Roh, dan Dunia Akhirat
Ada tiga konsep yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu tondi, sahala, dan begu.
1). Tondi adalah kekuatan yang memberi hidup kepada bayi (calon manusia) dan terdapat pada semua orang tanpa kecuali.
2). Sahala adalah kekuatan yang menentukan wujud dan jalan hidup seseorang. Sahala ini berbeda-beda bagi tiap orang dalam jumlah dan kualitasnya.
3). Begu adalah kekuatan yang memberi hidup pada orang yang sudah meninggal.
4) Suku Nias
Orang-orang Nias sebagian besar memeluk agama Kristen Protestan. Agama lain yang dipeluk oleh orang Nias adalah Islam, Katolik, Buddha, dan Pelebegu. Pelebegu adalah nama agama asli yang diberikan oleh pendatang yang berarti penyembah roh. Nama yang diberikan oleh penganutnya sendiri adalah Molohe Adu (penyembah adu). Dewa-dewa terpenting dalam Pelebegu adalah sebagai berikut.
a. Lowelangi, yaitu raja segala dewa dari dunia atas.
b. Latura Dano, yaitu raja dewa dunia bawah dan saudara tua Lowelangi.
c. Silewe Nasarata, yaitu istri Lowelangi yang berperan sebagai pelindung pada ere (pemeluk agama).
5) Suku Bugis–Makasar
Untuk suku Bugis dan Makassar ini, sebagian besar dan hampir seluruhnya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Namun demikian, masyarakat Bugis–Makassar yang tinggal di daerah pedesaan masih terikat sistem norma adat yang masih sakral yang keseluruhannya mereka sebut sebagai penggaorreng (panggadakkang dalam bahasa Makassar). Sistem ini terdiri dari lima unsure pokok dari ayat keramat tersebut yang terjalin satu sama lain sebagai satu-kesatuan organis dalam alam pikiran orang Bugis–Makassar. Kelima unsur pokok itu adalah ade’, bicara, rapang, wari’, dan sara’.
o Ade’, secara khusus terdiri dari Ade’akkalabinengeng dan Ade’tana.
- Ade’akkalabinengeng adalah norma mengenai hal-hal perkawinan dan mengatur segala urusan kekerabatan.
- Ade’tana adalah norma mengenai hal ihwal kenegaraan dan memerintah negara.
o Bicara, yaitu unsur yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan masalah peradilan.
o Rapang, berarti contoh, perumpamaan, kiasan, atau analogi. Rapang berwujud perumpamaan yang memiliki maksud menjaga kelangsungan tertib social dalam masyarakat.
o Wari yaitu bagian yang melakukan klasifikasi dari denda, peristiwa, dan aktivitas masyarakat.
o Sara yaitu bagian yang mengatur pranata-pranata dan hukum Islam, serta dapat melengkapi keempat unsur lainnya.
Pada masa pra-Islam, orang Bugis–Makassar ini sudah memiliki religi seperti yang tampak dari Sure’Galigo, yang sebenarnya telah mengandung kepercayaan kepada satu dewa yang tunggal yang disebut dengan beberapa nama, seperti Patoto-e (yang menentukan nasib), Dewata Seuwa-e (Dewa yang tunggal), dan Turie a’rana (kehendak tertinggi).
KONFLIK YANG TERJADI ANTARA SUKU MADURA DAN SUKU DAYAK
Ketidakmerataan penyebaran penduduk juga dapat menimbulkan masalah. Kepadatan penduduk yang mendororong etnis Madura melakukan migrasi ke Pulau Kalimantan. Di mana masih membutuhkan kebutuhan akan Sumber Daya Manusia untuk mengolah kekayaan alam dan membangun infrastruktur perekonomian. Pencapaian atas kerja keras, hidup hemat bahkan penderitaan yang dirasakan etnis Madura terbayarkan sudah ketika keberhasilan sudah ditangan. Dengan menguasai sektor-sektor perdagangan sehingga orang-orang non Madura yang lebih awal bergerak di bidang itu terpaksa terlempar keluar.
Persaingan hidup antar etnis ini pun terjadi. Timbulah kecemburuan sosial antara etnis pendatang (Suku Madura) dengan etnis asli (Suku Dayak) yang mendiami Pulau Kalimantan ini. Keadaan inilah yang dimanfaatkan oleh misionaris untuk mencapai tujuan dengan memprovokasi keduanya. Isu yang diangkat yaitu sentimen agama karena hal-hal yang menyangkut prinsip bagi manusia yang mudah untuk digiring ke daratan. Meletuslah konflik Sampit di Kalimantan antara Etnis Dayak dan Etnis Madura. Sampai saat ini untuk menentukan pihak yang benar sangat sulit. Dikarenakan semua pihak yang bertikai bisa dikatakan benar dan bahkan keduanya bisa dikatakan salah. Keberagaman yang ada di Indonesia sangat rentan terjadinya konflik ras.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Begitu banyak ragam suku bangsa yang ada di Indonesia, yang mempunyai keanekaragaman adat istiadat. Dan mempunyai norma-norma yang berbeda, menurut suku masing-masing. Namun walau mereka berbeda mereka tetap satu, sebagai mana yang ada di Bhineka tunggal ika.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/
http://sejarah.kompasiana.com/2011/04/13/menyelami-konflik-etnis-di-indonesia-355405.html
https://www.detik.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar